Rabu, 13 Mei 2009

Pro-Kontra Irjabar: MRP Menyimpang dari Komitmen

Pemekaran

Pro-Kontra Irjabar: MRP Menyimpang dari Komitmen
By Daniel D Tagukawi
Mar 8, 2006, 22:16

JAKARTA - Majelis Rakyat Papua (MRP) menggelar konsultasi publik di kabupaten/kota di provinsi Irian Jaya Barat (Irjabar). Sesuai pernyataan anggota MRP, ada kecenderungan masyarakat Irjabar menolak keberadaan provinsi itu. Hal itu menyebabkan kelompok tertentu di Irjabar melakukan perlawanan dengan cara melakukan klarifikasi langsung kepada masyarakat.

Klarifikasi berlangsung di semua kabupaten/kota, yang dipusatkan di Kota Sorong, Manokwari dan Fakfak. Hasilnya, bertolak belakang dengan apa yang diduga MRP. Hasil yang berbeda itu mencerminkan pro-kontra itu bukan hanya di tingkat elite Papua dan Irjabar, tapi sudah menyentuh berbagai lapisan masyarakat bawah.

Untuk itu, adanya kekhawatiran terjadinya konflik horizontal sangat beralasan karena masyarakat terbagi antara yang pro dan yang kontra. Kalau konflik itu hanya sebatas perbedaan pendapat, masih dalam batas kewajaran sebagai bentuk dinamika masyarakat. Namun, masalah akan menjadi lain, kalau perbedaan pendapat itu meningkat menjadi konflik fisik.

Gejala gesekan horizontal itu sudah kentara melalui pernyataan keras terhadap apa yang dihasilkan MRP. Misalnya, Kepala Suku Maibarat, Yohanis Kareth menyatakan akan melakukan perlawanan keras terhadap upaya untuk menghapus eksistensi Irjabar. Dia mengatakan, keberadaan Irjabar sudah memperlihatkan dampak positif, misalnya pemuda di Irjabar memiliki kesempatan yang lebih besar untuk menjadi pegawai negeri sipil (PNS).

“Kalau Irjabar dibubarkan, berarti ada banyak lagi pengangguran. Siapa lagi yang berikan kesempatan seperti itu? Wilayah ini sangat luas. Jadi, perlu ada Irjabar. Kita sudah berjuang susah payah untuk membentuk Irjabar, kenapa harus dibubarkan lagi?,” ujar Kareth.

Sikap serupa juga disampaikan kepala suku Yapen Waropen, Yan Ayomi. Provinsi Irjabar sudah terbentuk dan sudah berjalan. Untuk itu tidak harus dimatikan begitu saja. Pembentukan Irjabar juga sesuai keputusan MK, sehingga tidak ada alasan untuk menghapusnya. Mereka akan melakukan protes keras jika pemerintah pusat menghapus Irjabar.
“Dengan satu provinsi tidak akan sentuh semua rakyat di Papua. Rakyat setuju pemekaran, biar orang yang di belakang gunung bisa diperhatikan pemerintah. Jadi, kalau MRP tidak setuju, kami juga tidak akan terima mereka. Kami minta supaya MRP juga menghargai dan menghormati Irjabar,” kata Yan Ayomi ketika ditemui di Manokwari.

Sikap Keras

Sikap keras juga datang dari Penjabat Gubernur Papua, Timbul Pudjianto. Menurutnya, meski belum maksimal penyelenggaraan pemerintahan di Irjabar sudah cukup baik. Apalagi, Irjabar mempunyai wakil di DPR dan DPR. Selain itu, semua perangkat pemerintahan sudah mulai berfungsi. Untuk itu, merupakan kemunduran kalau mempertanyakan lagi eksistensi Irjabar.

Fungsi pembinaan provinsi Irjabar, katanya, juga sudah berjalan dengan baik yang bisa dilihat dari pembinaan personel, seperti mutasi dan proses kenaikan pangkat yang semuanya dilayani Provinsi Irjabar. Bahkan, pelantikan tujuh bupati hasil pilkada, juga dilakukan Gubernur Irjabar atas nama presiden. “Hanya masih ada kabupaten, kalau urusan APBD konsultasinya ke Papua. Jadi, kalau urusan uang ke Papua, kalau administrasi di Irjabar. Mulai tahun 2006 ini, semua evaluasi RAPBD harus dilakukan di Irjabar,” katanya.

Pudjianto menilai, konsultasi publik yang dilakukan MRP menyimpang dari komitmen antara MRP dan pemerintah pada 9 Januari 2006. Dalam pertemuan itu, katanya, pemerintah menyepakti kunjungan MRP ke Irjabar asalkan penjaringan aspirasi berkaitan untuk mempercepat pemberian masukan kepada pemerintah untuk menyiapkan payung hukum untuk memperkuat eksistensi Irjabar dalam kerangka Otsus.
Kemudian, kunjungan ke Irjabar harus koordinasi dan didampingi aparat provinsi Irjabar. Kenyataannya, tidak seperti itu yang dilakukan MRP. “Irjabar itu sudah sah, baik menurut UU 45/1999 maupun keputusan MK. Payung hukum yang diperlukan bukan untuk eksistensi Irjabar, tapi untuk memperkuat penyelenggaraan pemerinatahan di Irjabar,” tuturnya.

Kesimpulan MRP

Ketua DPRD Irjabar, Jimmy Ijie, juga mempertanyakan kesimpulan MRP kalau warga Irjabar menolak pemekaran. Ketika DPRD melakukan klarifikasi ke publik, justru semua menyatakan mendukung Irjabar. Jadi, rakyat mana yang menolak pemekaran Irjabar. Dia menegaskan, pembentukan Irjabar sah, sehingga tidak mungkin dihapus lagi.
“Ibarat anak yang lahir dari hasil selingkuh, tidak arif kalau anak itu dimatikan begitu saja. Tapi, sangat bijaksana kalau anak yang tidak berdosa itu diperlakukan baik, dengan mengurus akta kelahiran. Bukan sebaliknya dimatikan,” tuturnya.

Jimmy mengungkapkan, pihaknya akan menyampaikan semua dokumen tertulis dan visual hasil klarifikasi ke publik kepada pemerintah pusat, sebagai bahan pembanding dengan apa yang dihasilkan MRP.

Dalam rapat koordinasi pimpinan pemerintahan daerah di
wilayah Irjabar, semua bupati dan DPRD menyatakan kebulatan tekad dukungan akan eksistensi Irjabar. Raker itu menghasilkan tiga kesimpulan.

Pertama, menolak hasil konsultasi publik yang dilakukan MRP di wilayah Irjabar, karena menyimpang dari kesepakatan antara MRP dan pemerintah.

Kedua, untuk menjaga stabilitas roda pemerinatahan di Irjabar, pemerintah diminta segera menetapkan payung hukum operasional, untuk menghindari munculnya potensi konflik horizontal dan vertikal dalam masyarakat.

Ketiga, bilamana payung hukum operasional Irjabar belum diselesaikan pada 15 Februari 2006, maka Irjabar akan menggelar Pilkada Irjabar dengan mengacu kepada Undang Undang No 32/2004.

Raker pimpinan daerah itu tidak dihadiri unsur pimpinan dari Sorong dan Kota Sorong. Sebab, kedua wilayah itu sedang mengupayakan pemekaran wilayah Papua Barat Daya. “Irjabar ini masih sangat baru, tidak mungkin langsung dimekarkan lagi. Kita tidak alergi pemekaran, tapi harus berikan kesempatan dulu. Belum apa-apa sudah minta pemekaran. Ini aneh,” jelas Jimmy.

Bagaimana kelanjutan dinamika antara Papua dan Irjabar, tentu akan sangat ditentukan hasil pertemuan di Makasar dan di Jakarta. Bisa jadi, apapun keputusannya akan melahirkan kepuasan dan kekecewaan. Sebab, bukan perkara gampang untuk menghasilkan keputusan yang memuaskan semua pihak. Tapi, itu bisa saja dicapai kalau ada semangat kekeluargaan, saling menghargai dan mengutamakan kepentingan masyarakat di atas segalanya.(*)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda