Rabu, 13 Mei 2009

MRP Turunkan Tim untuk Temui Tujuh Suku

Freeport MacMoRan
MRP Turunkan Tim untuk Temui Tujuh Suku
By Kompas
Mar 7, 2006, 20:00


Tembagapura, Kompas - Majelis Rakyat Papua akan menurunkan tim untuk berdialog dengan komunitas adat dari tujuh suku yang terkena dampak penambangan PT Freeport Indonesia. Dialog dilakukan dalam rangka mencari masukan bagi Dewan Perwakilan Rakyat Papua untuk menyikapi tuntutan penutupan perusahaan tersebut.

Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Agus Alue Alua saat dihubungi, Senin (6/3), mengatakan, Tim itu akan mendatangi Kabupaten Mimika dalam dua hari mendatang. Tim tersebut mendahului tim gabungan MRP dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) yang akan mengunjungi Kabupaten Mimika, Senin pekan depan.

Ia menambahkan, tim MRP tidak akan berdialog dengan PT Freeport Indonesia (FI). Kami ini adalah MRP dan tugas kami berdialog dengan masyarakat, bukan dengan PT FI, ucap Agus.

Terkait dengan tuntutan agar MRP dan DPRP menurunkan tim ke Kabupaten Mimika sebelum pemilihan Gubernur Papua, 10 Maret 2006, Agus menyatakan, hal itu tidak mungkin dilakukan. Kami harus menyelesaikan pemilihan gubernur dulu. Setelah itu, baru tim bersama MRP dan DPRP diturunkan ke Mimika, kata Agus.

Di Makassar, Sulawesi Selatan, sejumlah elemen massa berunjuk rasa mendukung tuntutan rakyat Papua tentang penutupan PT FI di Monumen Pembebasan Irian Barat. Aksi itu digelar sebagai solidaritas terhadap rakyat Papua.

Dari Tembagapura dilaporkan, bentrokan dengan aparat yang terjadi pada 21 Februari 2006 tak membuat pendulang emas di sepanjang areal pembuangan tailing PT FI takut. Mereka tetap melakukan pendulangan di areal terlarang itu.

Papan larangan tak dihiraukan. Berdasarkan pengamatan Kompas di Banti, Tembagapura, kemarin (sekitar dua jam perjalanan dari Timika), warga suku Amungme tampak mendulang emas beramai-ramai. Mereka turun ke sungai yang menjadi tempat pembuangan tailing PT FI. Air sungai terlihat keruh bercampur lumpur.

Kalau kami dilarang, lalu kami akan makan apa? Warga tidak punya pekerjaan, kata Joni Mukalen (36), warga suku Amungme yang mendulang emas di Banti.

Ini sumber penghidupan bagi kami, semua masyarakat menjadi pendulang, ucap Doni Magai (35), pendulang lainnya.

Karena itulah mereka mengaku tidak takut risiko di lokasi pendulangan, misalnya terseret aliran air tailing yang deras.

Mendulang adalah cara paling mudah mendapatkan uang, bahkan dalam jumlah yang cukup besar. Para pendulang mengaku, jika bekerja sejak pukul 06.00 hingga pukul 18.00, mereka bisa mendapatkan 10-20 gram emas per hari. Harga jual emas itu sekitar Rp 110.000 per gram. Kalau mendulang, uang Rp 1 juta per hari kami dapat, kata Joni.

Doni malah mengaku sering kali mendapatkan uang Rp 2 juta per hari.

Dua pekan lalu, pendulang emas di Mil 72-74 bentrok dengan aparat. Beberapa orang luka-luka dan beberapa mobil PT FI dirusak massa. Massa lalu memblokir jalan di Mil 72-74 sehingga akses ke penambangan PT FI tertutup, yang membuat kegiatan penambangan itu sempat tak beroperasi. Setelah dibuka tiga hari, warga memblokir pintu masuk di pos pemeriksaan Mil 28 hingga kini. (row/ssd/doe)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda