Rabu, 13 Mei 2009

PESAN BURUK DARI PAPUA

Opini Umum
PESAN BURUK DARI PAPUA
by: dety


SETIAP hari bangsa Indonesia mengirim pesan buruk kepada dunia tentang siapa kita. Kedutaan negara lain dirusak, perusahaan asing diduduki, orang asing dirampok, ditipu, dan banyak lagi.

Lebih celaka lagi, kita bangga dengan perilaku itu. Kita mengatakan kepada dunia bahwa seluruh aksi itu adalah bagian dari kesadaran mempertahankan harga diri.

Dalam konteks global apa yang sedang digemari manusia Indonesia itu sama dengan menyiram kebun dengan lahar gunung berapi. Kita sedang melakukan aksi bunuh diri dengan bangga.

Pesan buruk terbaru tentang diri sendiri yang disiarkan ke seantero jagat datang dari Papua. Sekitar 300 warga memblokade jalan masuk ke kompleks PT Freeport. Mereka bersenjata parang dan anak panah.

Akibatnya perusahaan tembaga asal Amerika Serikat itu menghentikan operasi untuk waktu yang tidak ditentukan. Kerugiannya bisa dihitung. Indonesia kehilangan tidak kurang US$3 juta/hari. Ribuan tenaga kerja kehilangan pendapatan. Kalau berlarut-larut, mereka bisa diberhentikan.

Tentu, penutupan jalan oleh warga itu ada sebabnya. Sebelumnya, sejumlah warga yang disebut sebagai penambang liar diminta tidak mendulang di daerah aliran sungai dan bekas pertambangan karena sangat berbahaya. Salah satu bahaya yang diwaspadai adalah potensi longsor akibat curah hujan yang tinggi akhir-akhir ini.

Tetapi permintaan itu malah menimbulkan bentrokan yang mencederai para penambang liar maupun aparat keamanan. Bentrokan itulah yang kemudian berdampak pada kemarahan kolektif dan berkembang liar pula menjadi pemblokadean.

Sebagai usaha pertambangan sekaliber Freeport, dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan pasti ada. Terutama kerusakan pada permukaan tanah akibat eksplorasi dan limbah. Akan tetapi, yang tidak kalah penting adalah komitmen sebuah usaha tambang untuk merenovasi lingkungan setelah pertambangan berhenti di kemudian hari.

Freeport bukan perusahaan yang baru kemarin beroperasi di Papua. Pemerintah, LSM, dan dunia pun amat peduli pada standar-standar global tentang pemeliharaan lingkungan. Jadi, kalau Freeport sudah beroperasi sejak 1976 dan sudah diperpanjang untuk beberapa puluh tahun lagi, berarti ada kesepakatan tentang risiko dan keuntungan.

Masih banyak cara untuk mempertemukan perbedaan kepentingan dan keinginan. Salah satu cara terhormat adalah berdialog. Mob seperti yang dilakukan warga yang menutup jalan ke Freeport adalah contoh buruk. Selama konflik kepentingan penduduk dengan pabrik dan unit-unit ekonomi diselesaikan melalui kekerasan, kita mengirim pesan buruk kepada dunia agar tidak membawa modalnya ke negeri ini.

Dalam dunia yang begitu terbuka dan tidak lagi berjarak, persepsi global tentang peradaban sebuah bangsa amat menentukan.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda